COGANEWS.COM | Palembang — Banyaknya respon dan tanggapan dari masyarakat tentang diduga Walikota Palembang telah melakukan pelanggaran protokol PSBB sehingga memicu kontroversi, dan masyarakat mengirimkan baju rompi berwarna oranye.
Menurut pengamat sosial Ir. Suparman Romans, terkait dengan pemberian rompi kepada pemerintah kota Palembang yakni kepada Walikota Palembang yang dianggap telah melanggar isi dari pada maklumat Kapolri. Ia mengatakan mari kita tarik permasalahannya dari awal.
Ini berawal dari adanya postingan di medsos bahwa ada kegiatan di rumah Walikota Palembang pada hari Raya Idul Fitri 1441 H yang lalu, dimana dalam Vidio tersebut terlihat ada beberapa orang berkumpul dan ada yang bernyanyi.
” Kalau ditelaah lebih seksama maka sudah lazim bila disetiap rumah orang ada fasilitas di dalamnya, apakah itu berupa peralatan olahraga, televisi, alat musik, karaoke, ataupun sarana pelengkap lainnya untuk sekedar hiburan pengisi waktu senggang. Kebetulan berkaitan dengan momen Idul Fitri di rumah pribadi pak Harnojoyo, dan alat musik orgen dimainkan,” ujar Ir. Suparman yang juga merupakan tokoh pemuda Sumatera Selatan ini, Jumat malam (29/5/2020) kepada Coganews.com.
Ia menilai sampai disini tidak ada yang aneh. Masalah muncul tatkala ada yang memposting dan disebar di medsos dan media massa.
“Lantas muncul berita degan judul yang cukup sensasional, Open House di rumah walikota , diduga melanggar maklumat Kapolri,” katanya.
Seiring waktu bergulir dan sambung menyambung beritanya. Dalam konteks isu dugaan pelanggaran oleh walikota. “Maka saya mencoba menelaah degan hati-hati, sebelum memberikan tanggapan,”ucapnya
Ia meminta mari kita satukan persepsi dulu untuk mendefinisikan apa arti sebenarnya daripada Open House itu sendiri. “Menurut pendapat saya Open House adalah sebuah kegiatan atau acara yang diinisiasi oleh tuan rumah untuk mengajak, mengundang orang lain yang sifatnya publik masyarakat umum umtuk datang kerumahnya,”jelasnya
Ia menegaskan penyelenggaraan Open House sudah menjadi tradisi bagi para pejabat atau tokoh masyarakat di momen hari raya Idul Fitri dan Idul Adha setiap tahun, memberi kesempatan bagi para kerabat, relasi, jajaran institusi, hingga masyarakat umum untuk bertamu lebaran degan tujuan bersilaturahmi dan saling maaf memaafkan.
“Sebetulnya jika tidak ada bencana Covid 19, maka tidak akan muncul permasalahan Open House itu,” tandas pria supel yang akrap di sapa Bang Parman ini
Mungkin, lanjut Parman karena disaat ini adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan sesuai dengan maklumat dari Kapolri untuk melarang adanya kegiatan berkumpul ataupun ada hiburan itu yang dijadikan permasalahan mereka.
“Pertanyaan apakah memang pak walikota telah membuat pemgumuman, undangan, seruan , atau pemberitahuan untuk mengadakan Open House di rumah saat Idul Fitri ?. Kalau kita mengatakan itu Open House maka harus bisa dibuktikan dengan faktual dan otentik, ada pengkondisian tersebut, baik undangan, ajakan secara tertulis, lisan maupun pesan-pesan melalui media,” jelasnya.
Ia menuturkan apakah yang hadir disitu memenuhi syarat untuk disebut masyarakat umum yang datang karena mendapat informasi bahwa ada Open House di rumah walikota. Dan lagi pula sebelum itu ada rangkaian kegiatan rapat video converence antara jajaran Pemkot dengan jajaran pemerintah provinsi.
“Jadi kita fokus saja terhadap momen-momen yang terjadi di lokasi kejadian,” beber Suparman, pengamat sosial yang juga menjabat sebagai ketua presidium Lembaga Kajian Kebijakan Publik dan Pembangunan Daerah (LKKPPD) Provinsi Sumatera Selatan.
@Ocha










